Is Our Life

Thursday, March 29, 2007

Bersikap Apa Adanya.


                                                
                                                       
Tanpa sadar banyak orang hidup dalam tekanan. Bukan karena
beban terlalu berat; atau kekuatan tak memadai. Namun, karena
tidak mau berterus terang. Hidup dalam kepura-puraan tak
memberikan kenyamanan. Bersikaplah apa adanya. Bila anda
kesulitan, jangan tolak bantuan. Sikap terus terang membuka
jalan bagi penerimaan orang lain. Persahabatan dan kerja sama
membutuhkan satu hal yang sama; yaitu keakraban di antara
orang-orang. Keakraban tercipta bila satu sama lain saling
menerima. Sedangkan penerimaan yang tulus hanya terujud dalam
kejujuran dan sikap terus terang.

Kepura-puraan itu bagaikan bunga mawar plastik dengan kelopak
dan warna sempurna, namun tak mewangi. Meski mawar asli tak
seindah tiruannya dan segera layu, kita tetap saja menyukainya.
Mengapa? Karena ada detak kehidupan alam di sana. Hidup dalam
kejujuran adalah hidup alami yang sejati. Hidup berpura-pura
sama saja membohongi hidup itu sendiri. Anda bisa memilih
untuk hidup apa adanya; dan berhak menginjakkan kaki di bumi
ini. Atau, hidup berpura-pura dalam dunia ilusi.

Kaya Dan Cukup

 Apapun keadaan kita maka kita harus merasa KAYA dan CUKUP. Pernyataan ini baik sekali untuk ditempatkan pada konteks "bahagia menikmati hidup". Dan tentu tidak harus kaya material dulu. Nah sekarang pertanyaannya bagaiman kita bisa " bahagia menikmati hidup " dan sekaligus " kaya material " ?.  Untuk masalah "bahagia menikmati hidup", temen saya pernah ngasih tahu caranya dengan menghindari lima hal yang sering menyebabkan kita tak bahagia menikmati hidup :  * Pertama, Adanya keyakinan bahwa Anda tidak akan bahagia tanpa memiliki hal-hal yang Anda pandang bernilai. Anda sudah memiliki pekerjaan tetap dan tingkat kehidupan yang lumayan, tapi Anda masih merasa kurang. Anda merasa akan berbahagia bila memiliki uang lebih banyak, rumah lebih besar, mobil lebih bagus, dan sebagainya. Pikiran Anda dipenuhi oleh benda-benda yang Anda kira dapat membahagiakan Anda. Padahal, Anda tidak bahagia karena lebih memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang tidak Anda miliki, dan bukannya pada apa yang Anda miliki sekarang.  * Kedua, Anda percaya bahwa kebahagiaan akan datang bila Anda berhasil mengubah situasi dan orang-orang di sekitar Anda. Anda tak bahagia karena pasangan, anak, tetangga, dan atasan Anda tidak memperlakukan Anda dengan baik. Kepercayaan ini salah. Anda perlu menyadari bahwa amat sulit mengubah orang lain. Bukannya berarti Anda harus menyerah, silakan terus berusaha mengubah orang lain. Namun, jangan tempatkan kebahagiaan Anda di sana. Jangan biarkan lingkungan dan orang-orang di sekitar Anda membuat Anda tak bahagia. Kalau Anda tak dapat mengubah mereka, yang perlu Anda ubah adalah diri Anda sendiri, paradigma Anda.  * Ketiga, Keya kinan bahwa Anda akan bahagia kalau semua keinginan Anda terpenuhi. Padahal, keinginan itulah yang membuat kita tegang, frustrasi, cemas, gelisah dan takut. Terpenuhinya keinginan Anda paling-paling hanya membawa kesenangan dan kegembiraan sesaat. Itu tak sama dengan kebahagiaan.  * Keempat, Anda tak bahagia karena cenderung membanding-bandingkan diri Anda dengan orang lain. Saya pernah bertemu eksekutif yang berkali-kali pindah kerja hanya karena kawan akrabnya semasa kuliah dulu memperoleh penghasilan lebih besar dari dirinya. Karena itu, setiap ada tawaran kerja, yang dilihat adalah apakah ia dapat mengungguli atau paling tidak menyamai penghasilan kawannya. Ia bahkan tak peduli bila harus berganti karier dan pindah ke bidang lain. Sampai suatu saat ia menyadari bahwa tak ada gunanya "mengejar" sahabat karibnya. Sejak itulah ia mencari pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan minatnya sendir i. Ia kini bahagia dengan pekerjaannya dan tak pernah ingin tahu lagi penghasilan sahabatnya.  * Kelima, Anda percaya bahwa kebahagiaan ada di masa depan. Anda terlalu terobsesi pepatah "bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian". Kapan Anda bahagia? "Nanti, kalau sudah jadi manajer," kata Anda. Persoalannya, saat menjadi manajer, Anda tambah sibuk, waktu Anda tambah sempit. "Saya akan bahagia nanti, kalau sudah menjadi direktur atau dirjen, gubernur, menteri, presiden." Nah, daftar tunggu ini masih dapat terus diperpanjang. Namun, Anda tak juga bahagia. Kalau demikian yang terjadi adalah, "bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang entah kapan." Kebahagiaan telah Anda letakkan di tempat yang jauh. Padahal, sebenarnya kebahagiaan berada sangat dekat dan dapat Anda nikmati di sini, sekarang juga! 

Tentang Waktu

             
                                                       
Ambillah waktu untuk berpikir, itu adalah sumber kekuatan.

Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahasia dari masa
muda yang abadi.

Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan.

Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan.

Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak
istimewa yang diberikan Tuhan.

Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju
kebahagiaan.

Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang
menggetarkan hati.

Ambillah waktu untuk memberi, itu adalah membuat hidup terasa
berarti.

Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan.

Ambillah waktu untuk beramal, itu adalah kunci menuju surga.

Tong Sampah

TONG SAMPAH

Seorang pria tua yang bijak memutuskan untuk pensiun dan membeli rumah
mungil dekat sebuah SMP. Selama beberapa minggu ia menikmati masa-masa
pensiunnya dengan tenang dan damai. Kebetulan saat itu sedang masa liburan
sekolah.

Tak berapa lama kemudian, masa sekolah tiba. Dan, sekolah itu pun penuh
dengan anak-anak. Suasana tenang dan nyaman menjadi sedikit berubah. Namun
yang paling menjengkelkan pak Tua adalah, setiap hari ada tiga anak
laki-laki lewat di depan rumah yang suka memukuli tong sampah yang ada di
pinggir jalan. Mereka membikin keributan sepanjang hari dan berulah
seolah-olah menjadi pemain perkusi hebat. Begitu terus dari hari ke hari.
Sampai akhirnya pak Tua merasa harus melakukan sesuatu pada mereka.
Keesokan harinya, pak Tua keluar rumah sambil tersenyum lebar menghampiri
tiga anak laki-laki yang sedang asyik memukuli tong sampah. Ia
menghentikan permainan mereka, dan berkata, "Hai, anak-anak! Kalian pasti
suka bersenang-senang.  Saya suka sekali dengan cara kalian
bersenang-senang seperti ini. Sewaktu saya masih kecil, saya juga suka
bermain-main seperti kalian. Nah, apakah kalian mau saya beri uang?"
"Mau.. mau.." sahut ketiga anak itu serempak. "Okay, begini," pak Tua itu
tersenyum. Lalu ia mengeluarkan tiga lembar uang ribuan dari sakunya.
Katanya, "Masing-masing dari kalian saya beri uang seribu. Tapi kalian
harus berjanji mau bermain-main di sini dan memukuli tong sampah ini
setiap hari."

Anak-anak itu senangnya luar biasa. Sejak itu setiap hari mereka "bekerja"
memukuli tong sampah itu dengan penuh semangat.

Beberapa hari kemudian, pak Tua itu menghampiri dan menyambut "pekerjaan"
mereka dengan penuh senyum. Namun kali ini senyumnya tampak agak sedih.
Katanya, "Nak, kalian tahu khan situasi krisis akhir-akhir ini membuat
uang pensiun saya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari." Ia
menarik nafas dalam-dalam. Anak-anak itu menunggu apa yang diucapkannya.
Lanjut pak Tua. "Mulai hari ini saya hanya bisa membayar kalian lima ratus
saja untuk tugas kalian memukuli tong sampah ini."

Anak-anak itu tampak kecewa dengan keputusan pak Tua, namun mereka masih
bisa menerimanya. Lalu mereka melanjutkan tugas mereka membuat keributan
sepanjang hari.

Beberapa hari kemudian, pak Tua itu dengan wajah memelas mendekati
anak-anak yang sedang memukuli tong sampah. Katanya, "Maaf, bulan ini saya
belum menerima kiriman uang pensiun. Saya hanya bisa memberi kalian
bertiga seribu Rupiah saja." "Apa..? Seribu untuk bertiga?," protes
pemimpin pemain tong sampah itu. " Apa pak Tua kira kami ini mau
menghabiskan waktu kami di sini hanya untuk uang segitu? Ah, yang benar
saja! Pak Tua ini tidak masuk akal. Mulai hari ini kami tidak mau lagi
melakukan tugas ini lagi. Kami keluar."

Ketiga anak lelaki itu pergi meninggalkan pak Tua itu dengan
bersungut-sungut. Dan, sejak hari itu pak Tua menikmati ketenangan hingga
akhir hayatnya.

Begitulah bila kita mencampur-adukkan kegembiraan hati dengan "uang gaji".
Seringkali kita kehilangan keceriaan hanya karena kita menganggap
"keceriaan" itu adalah sebuah pekerjaan yang dibayar, maka bila
"bayarannya" berkurang maka kesenangan pun jadi berkurang.

Jangan sampai kegembiraan anda menghilang di balik beberapa lembar uang
gajian belaka.

Ikan Kecil Dan Air


                            
                           
Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang
bincang di tepi sungai. Kata ayah kepada anaknya, "Lihatlah
anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air
kita semua akan mati."

Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan
percakapan itu dari bawah permukaan air, ia mendadak
menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya
begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang
dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada
setiap ikan yang ditemuinya, "Hai, tahukah kamu dimana air?
Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air
kehidupan akan mati."

Ternyata semua ikan tidak mengetahui dimana air itu, si
ikan kecil semakin gelisah, lalu ia berenang menuju mata
air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman,
kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal serupa,
"Dimanakah air?"
                       
Jawab ikan sepuh, "Tak usah gelisah anakku, air itu telah
mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari
kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita akan mati."

Apa arti cerita tersebut bagi kita. Manusia kadang-kadang
mengalami situasi seperti si ikan kecil, mencari kesana
kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang
menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya
sampai-sampai dia tidak menyadarinya.